Sejarah dan Perkembangan Seni Drama di Indonesia
Istilah drama berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata dramon yang berarti perbuatan atau gerak. Jadi, drama berarti seni untuk mengungkapkan pekerti manusia melalui perbuatan yang dipanggungkan. Kata/istilah teater menunjuk pada “seni pertunjukan”. Dalam seni teater kehadiran penonton memiliki nilai yang sangat penting. Kerjasama antara pelaku teater dan penonton menjadi inti/hakikat dari pertunjukan teater. Istilah teater di Indonesia biasa diartikan sebagai seni pertunjukan yang terfokus pada cerita, dialog, dan seni peran (acting). Seni teater termasuk dalam seni multimedia karena menggunakan lebih dari satu media. Seni teater mengungkapkan maknanya melalui bahasa teatrikal (pengalaman teater). Tujuan utama seni teater adalah pengalaman dan kenikmatan teatrikal.
Dengan demikian, secara sederhana dapat kita katakan bahwa seni teater (drama) adalah ungkapan, gagasan, atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan melalui media gerak, suara, dan rupa yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu. Seni drama terbagi menjadi dua macam, yaitu drama tradisional serta drama modern. Berbagai daerah di Indonesia memiliki bermacam-macam jenis drama tradisional antara lain sebagai berikut.
1) Lenong ( Betawi )
2) Kethoprak ( Jawa Tengah dan DIY )
3) Ludruk ( Jawa Timur )
4) Cupak Gerantang ( Lombok )
5) Wayang ( Jawa )
6) Arja ( Bali )
Yang menonjol di antaranya adalah seni pedalangan atau pewayangan. Wayang dalam arti bahasa berarti bayangan, ialah semacam seni drama, di mana boneka-boneka digerakkan oleh seorang dalang dan bayangan bonekaboneka itu ditangkap di atas kelir. Supaya dapat melihat bayangan wayang itu, maka para penonton harus duduk di belakang layar. Wayang pada umumnya dimainkan pada malam hari dengan penerangan lampu minyak kelapa yang besar, yang disebut “blencong”. Pertunjukan wayang pada awalnya adalah upacara pemujaan arwah nenek moyang. Boneka wayang adalah lukisan dari nenek moyang yang arwahnya dihadirkan dalam upacara itu. Dalam peranannya wayang adalah perantara (medium) antara dunia nyata dengan alam gaib. Tugas dalang adalah sebagai “syaman”. Upacara pertunjukan wayang mula-mula selalu diadakan di ruangan yang suci dalam rumah orang Jawa yang disebut pringgitan. Ruangan tersebut berada di perbatasan antara pendapa dalem. Sebelum pertunjukan wayang dimulai terlebih dahulu dalang mengadakan upacara keagamaan dengan membakar dupa dan memberikan sesaji.
Pertunjukan wayang sebagai upacara keagamaan disertai dengan musik gamelan yang disesuaikan dengan keadaan alam. Misalnya antara jam 6 sore dan 9 malam bunyi gamelan mengikuti bunyi-bunyian dalam alam yang sedang istirahat menuju ke suasana akan tidur, jadi menyerupai suara angin. Antara jam 9 malam dan jam 2 malam, alam tidur nyenyak maka suara gamelan menjadi lebih berat dan lebih mendalam. Antara jam 2 malam dan jam 6 pagi alam menuju ke suasana bangun, maka bunyi gamelanpun bertambah ramai dan suaranya keras. Adapun jenis-jenis wayang dan ceritera yang dipertunjukkannya adalah sebagai berikut.
Dengan demikian, secara sederhana dapat kita katakan bahwa seni teater (drama) adalah ungkapan, gagasan, atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan melalui media gerak, suara, dan rupa yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu. Seni drama terbagi menjadi dua macam, yaitu drama tradisional serta drama modern. Berbagai daerah di Indonesia memiliki bermacam-macam jenis drama tradisional antara lain sebagai berikut.
1) Lenong ( Betawi )
2) Kethoprak ( Jawa Tengah dan DIY )
3) Ludruk ( Jawa Timur )
4) Cupak Gerantang ( Lombok )
5) Wayang ( Jawa )
6) Arja ( Bali )
Yang menonjol di antaranya adalah seni pedalangan atau pewayangan. Wayang dalam arti bahasa berarti bayangan, ialah semacam seni drama, di mana boneka-boneka digerakkan oleh seorang dalang dan bayangan bonekaboneka itu ditangkap di atas kelir. Supaya dapat melihat bayangan wayang itu, maka para penonton harus duduk di belakang layar. Wayang pada umumnya dimainkan pada malam hari dengan penerangan lampu minyak kelapa yang besar, yang disebut “blencong”. Pertunjukan wayang pada awalnya adalah upacara pemujaan arwah nenek moyang. Boneka wayang adalah lukisan dari nenek moyang yang arwahnya dihadirkan dalam upacara itu. Dalam peranannya wayang adalah perantara (medium) antara dunia nyata dengan alam gaib. Tugas dalang adalah sebagai “syaman”. Upacara pertunjukan wayang mula-mula selalu diadakan di ruangan yang suci dalam rumah orang Jawa yang disebut pringgitan. Ruangan tersebut berada di perbatasan antara pendapa dalem. Sebelum pertunjukan wayang dimulai terlebih dahulu dalang mengadakan upacara keagamaan dengan membakar dupa dan memberikan sesaji.
Pertunjukan wayang sebagai upacara keagamaan disertai dengan musik gamelan yang disesuaikan dengan keadaan alam. Misalnya antara jam 6 sore dan 9 malam bunyi gamelan mengikuti bunyi-bunyian dalam alam yang sedang istirahat menuju ke suasana akan tidur, jadi menyerupai suara angin. Antara jam 9 malam dan jam 2 malam, alam tidur nyenyak maka suara gamelan menjadi lebih berat dan lebih mendalam. Antara jam 2 malam dan jam 6 pagi alam menuju ke suasana bangun, maka bunyi gamelanpun bertambah ramai dan suaranya keras. Adapun jenis-jenis wayang dan ceritera yang dipertunjukkannya adalah sebagai berikut.
Komentar
Posting Komentar